Jumat, 27 Mei 2011

Sepenggal Hariku Bersama Ibuk dan Bapak

Memory: Jambi, 09 Mei 2011

Wuk…susu diatas meja makan itu milikmu?....
Suara Bapakku yang terdengar hingga ruang belakang, sejenak menghentikan obrolan asyikku dengan Ibuk yang sembari mempersiapkan berkas-berkas. Kata beliau berkas-berkas akan digunakan sebagai persyaratan sertifikasi yang akan diserahkan besok pagi. Ada data pengangkatan pegawai, NPWP dan masih banyak lagi yang aku tidak terlalu tertarik untuk menimbrung.

Ruangan bagian paling belakang merupakan ruang berbentuk persegi panjang. Ada pintu yang berposisi tepat di tengah bagian panjang ruangan yang menghubungkan dengan ruang keluarga. Bagian barat pintu ada sebuah meja rias dengan tiga buah cermin, dua cermin berukuran kecil mengapit cermin yang berukuran lebih besar. Kedua cermin kecil bisa diputar hingga 180 derajat hingga menutup cermin besar karena ada engsel yang menghubungkana cermin besar dan kecil. Dibagian kiri dan kanan meja masing-masing ada tiga buah rak yang tersusun kebawah. Sehingga diantara kedua susunan rak ada tempat yang luang tempat kursi rias biasa diletakkan.

Di sebelah timur pintu ada sebuah lemari tiga pintu ukuran cukup besar yang menghadap ke barat. Pintu lemari bagian tengah merupakan pintu cermin. Dibagian belakang lemari ditaruh dipan yang hingga kini kurang berfungsi secara maksimal. Di selatan dipan mepet tembok bagian paling belakang ada mesin jahit yang sering nganggur karena jarang dipakai. Sehingga kalau aku pulang dan ingin menjahit Bapak harus rela memboyong si butterfly ke mekanik dahulu untuk diperbaiki mesinnya yang suka ngadat karena protes tidak pernah dijamah dan diminyaki oleh majikannya.

Sebelah barat mesin jahit terdapat lemari kecil satu pintu yang terbuat dari kaca, kemudian baratnya lagi ada meja yang biasa digunakan sebagai meja kerja oleh bapak. Posisi meja mepet dengan dinding dan terdapat 2 buah jendela yang ketika dibuka cahaya akan masuk melewati celah-celah tralis dan sangat nyaman untuk menyelesaikan tugas disana. Saat itu posisi ibu sedang duduk menghadap jendela dan mempersiapkan berkas-berkas di atas meja. Dan aku membelakangi ibu dan sedang asyik mematut-matut wajah dicermin.
(Paragraph 2-4 sarana mempertajam memoryku kelak…)

“Loh susunya belum diminum to Wuk…?” Ibuku menimpali suara Bapakku

“He…he… belum Buk, tadi lupa….” Aku menjawab sambil cengengesan, sedikit merasa bersalah belum meminum susu yang sudah payah-payah Ibu buatkan untukku setiap pagi.

O ya hampir lupa…., “Wuk” adalah panggilan untuk anak perempuan yang biasa digunakan oleh orang-orang suku Jawa, ada juga yang memanggil dengan panggilan Nduk, Genduk, Nok atau Denok. Dan aku sangat suka dengan panggilan “Wuk” itu. Apalagi yang memanggil Ibuk dan Bapak, aku ingin selalu bisa mendengar mereka memanggilku hingga akhir hayatku…

Tidak berapa lama, Bapakku muncul dari balik pintu membawakan segelas susu putih yang tentu aku tahu merknya ‘tiii…t’ (sensor he..) karena aku biasa melihatnya dilemari dekat meja makan. Dengan tangan kanannya yang kokoh, Bapak memberikan segelas susu yang masih tertutup padaku dan tangan kiri beliau mengelus-elus rambutku. Dengan perasaan yang cukup sulit ku jelaskan, aku menerima susu sudah tidak hangat lagi dan langsung meminumnya tanpa mengucapkan terimakasih, karena takut yang keluar adalah suara serakku yang menahan sekuat tenaga energi yang pasti akan membuatku menangis.

“Nggak suka susu ya Wuk…?” Bapakku masih mengelus-elus kepalaku

“he…he…..” aku masih saja cengengesan, mau bilang tidak suka,tidak mungkin sekali. Tapi kalau bilang suka aku bohong. Ya udah jadinya malah cengengesan menetralisir perasaan…

“Tantri dari kecil kan memang nggak suka susu Pak, beda banget sama Masnya” Ibuku menimpali…
………………………………

Ya… itu hanya sepenggal episode yang terlihat sangat sederhana ketika aku pulang ke rumah. Namun begitu sangat terasa dan berarti sekali betapa besarnya perhatian Bapak dan Ibuk. Sangat terasa sekali…. Mungkin ini karena kebersamaanku dengan mereka sangat singkat dan intensitas bertemu sangat jarang, jadi semua tampak begitu jelas. lalu sudah berapa banyak perhatian dari Ibuk dan bapak yang sudah aku abaikan selama membersamaiku hingga kini aku dewasa…..Astagfirullah ampuni hamba ya Rabb……

Barangkali ini tidak hanya terjadi pada saya, mungkin banyak teman-teman yang jauh meninggalkan orang tua untuk sekolah, bekerja atau yang lainnya. Jangan biarkan hal itu membatasi bakti kita kepada orang tua. Tetap lakukan yang terbaik, doakan mereka dalam setiap permohonan kita. Hingga kelak disuatu hari tidak ada penyesalan yang tertinggal


Khod_ega, Sang Musyafir
Kusumanegara, 16 Mei 2011
23:29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar