Kamis, 29 September 2011

Hati inipun bukan milikku…

Airmata meleleh membentuk aliran sungai kecil dipipi Nisa yang mulai memerah…

Ia masih termenung dikursi sudut balkon, tangannya menggenggam erat kertas buram yang sudah tampak usang.

“Maafkan aku ya Allah, yang masih menyisakan sedikit rasa…” bisik Nisa dalam hatinya.

Teringat kembali masa awal-awal memasuki suasana kampus, sebagai mahasiswa baru di Universitas Padang, Nisa serba ingin tahu segala hal mengenai kehidupan kampus.

Kegiatan OSPEK dan SLK menggiringnya mengenal beberapa organisasi kampus. Pada semester awal berbagai macam kepanitiaan Nisa ikuti, Nisa juga cukup aktif di Himpunan Mahasiswa jurusannya Fisika, akselerasinya sangat bagus hingga pada semester tiga Nisa memutuskan untuk masuk dan aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa.

Lingkungan baru yang cukup plural, bertemu dengan saudara-saudara dengan beraneka ragam sifat dan latar belakang, yah lingkungan dengan aroma yang berbeda, membuat hari-hari pertamanya terasa seperti orang asing.

“Assalamualaikum Nisa, ke kantin yuk….” tiba tiba ada yang menyapa Nisa

Seorang perempuan, kakak tingkat yang berwajah manis dengan jilbab biru lebar yang menutup setengah tubuh berbalut gamis warna senada, menyapa Nisa dengan hangat dan langsung mengambil posisi disebelah Nisa.

Sapaan hangat di hari pertama membuat Nisa terkesan, hingga membawanya ke atmosfer kehidupan yang berbeda dengan sebelumnya. 

Sapaan awal yang menggiringnya ke sebuah lingkaran cinta  dan merubah sebagian besar hidupnya.

Menemukan  komunitas baru yang pemberi efek pembangun jiwa yang semakin memantapkan langkahnya. 

Kedamaian, keteduhan semakin mengikis gersang hatinya dimasa lalu.

Ya... semuanya berbeda dan jelas terasa jauh lebih baik di hati, di jiwa…

Namun siapa yang tahu dengan dinamika hati, segumpal daging yang mudah sekali berbolak-balik dalam artian yang dalam…



Sebagai sekretaris tak bisa dipungkiri komunikasi Nisa dengan sang ketua yang biasa ia panggil Kak Awan pun terjalin cukup intensif.

Awalnya hanya komunikasi terkait hal-hal struktural namun semakin lama tidak hanya sebatas urusan itu saja. 

Nisa yang sudah cukup mengerti akan batasan interaksi lawan jenis seringkali merasa kurang nyaman.

Namun betapa pintarnya sang syetan yang mencovernya menjadi hubungan yang terlihat sangat manis, hubungan antara kakak dan adik. 

Hubungan yang akhirnya membuat Nisa merasa itu adalah hal yang cukup wajar.

Toh mereka tidak pernah pergi berdua, tak pernah berprilaku yang aneh, jadi tidak ada salahnya, begitulah pikiran pendek menuntunnya.

Namun hati kecil tak kan bisa berdusta, telpon yang dibungkus nasihat-nasihat dari sang “kakak” dirasa tak menyehatkan jiwa bagi Nisa.

Kegelisahan itu selalu dibawanya kemanapun ia pergi, mengganggu kualitas hidupnya, tilawah menurun, sholat tidak khusyuk, ketakutan dan segala rasa yang membuatnya tidak nyaman hingga ia memutuskan untuk membatasi interaksi dengan berusaha secara wajar menjauh dari kak Awan.

Awan yang notabene nya pun sudah mengerti, dan barangkali menyadari kesalahannya merasakan juga perubahan sikap Nisa.

Dering nada telpon memecahkan keheningan kamar Nisa pagi itu, Nisa yang baru saja menyelesaikan tilawahnya, segera beranjak mengambil HPnya di atas lemari.

Dilihatnya layar HPnya...

“Panggilan dari kak Awan, ada apa pagi buta telpon…” bisik hatinya

“Assalamualikum…”, ucap Nisa sedikit ragu

“wa’alaikumsalam Nisa…” Suara kak Awan disebrang sana sempat menggetarkan hati Nisa.

Segera Nisa menata hatinya, “jaga hati Nisa…..”bisik Nisa dalam hati

“Nisa, kakak cuma mau minta tolong supaya hari ini dibuatkan surat untuk Rapat Pimpinan, untuk keterangannya biar nanti kakak sms-kan” dengan nada datar seperti biasa Kak Awan meminta Nisa.

Seperti biasa Kak Awan selalu membuka obrolan dengan topik serupa

“iya kak, hari ini biar Nisa bereskan” jawab Nisa sedikit  lega

“Oh ya Nisa maaf jika kakak berlebihan, tapi kakak melihat sepertinya Nisa sudah sangat berubah, bukan apa-apa jujur kakak sangat senang melihat perubahanmu…” kak Awan berhenti sejenak.

Nisapun tak mampu berkata apa-apa, ia hanya mampu menarik nafasnya yang sedikit berat.

“Kakak dulu pernah mengalami perubahan yang sama seperti Nisa, tapi kakak terjebak kedalam lubang dan sangat sulit untuk keluar dari lubang itu dan sungguh sangat tidak mengenakkan, Yah… kakak berharap Nisa mampu menjaga hidayah yang Nisa dapatkan sekarang, jangan sampai Nisa terjebak ke dalam lubang seperti kakak”

Tanpa memperpanjang kata kemudian  Awan segera menutup telponnya.

Nisa tak mampu membendung airmatanya, sesuatu terasa melukai hatinya, sakit sekali…

“mengapa sangat sulit ya Rabb, bukankan ini yang terbaik…” isak Nisa

Tipuan syetan memang sangat samar dan seakan semuanya tampak baik dan tak perlu diakhiri…

Dengan sisa-sisa hatinya yang luka, hari-hari selanjutnya dijalani dengan sewajar mungkin, meski berat dan hati kadang bergolak.

Namun bayangan keridhoan Allah menjadi benteng yang melindungi.

“Kuatkan aku Robbi….” Selalu bisik Nisa.

Hingga pertahanannya tiba di akhir kepengurusan, ia dapatkan secarik kertas buram dengan deret tulisan  

“Nisa, walau sudah menemukan hidayah, Nisa tetep adeknya Kakak. Tetap jaga silaturahim, sms dan telpon ya…!!” 

Tidak terasa kurang lebih sudah setengah jam Nisa mengingat kisah lalunya, ia tarik nafasnya dalam-dalam dan berdiri menatap langit yang mulai menyapanya dengan siluet senjanya yang merona.

“Maaf kak, aku tak pernah menghubungimu, biarkan hati ini terbiasa tak banyak menuntut, tuntutan yang akan menjauhkan ridho Allah dariku” bisik hati Nisa.

Yah… kini Awan telah jauh meninggalkan kota Padang untuk bekerja, membangun hidupnya.

Biarkan rasa itu disimpan dalam diam, biarlah Allah yang menjaganya.
Apapun yang terjadi kelak, berjodoh atau tidak, pastilah Allah memberikan yang terbaik…

Dilipatnya kertas buram itu, ditaruhnya di sudut balkon, biarlah angin malam membawanya…  

**sukses untukmu Kak Awan, tetap menjaga hati, dimanapun… di bumi Allah…..**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar