Jumat, 30 September 2011

Menggantung Asa

Meski harapmu teramat  tinggi

dan buncahan rindumu 


hampir tak mampu kau redam

Aku tahu,


kau takkan memberi janji yang sulit 


kau tepati

Berjuanglah,  gapai cita muliamu

Biarlah Tuhan memberi jalannya pada kita

Ini bukan putus asa

melainkan  berusaha menjaga 

serta percaya bahwa Allah penentu  segalanya 

**berharap rindu berbuah surga (he..sok melow goeslow)**

Refleksi Filsafat 4

Judul                : Elegi Menggapai Matematika yang Tidak Tunggal
Oleh                 : Dr. Marsigit (powermathematics.blogspot.com) 
Refleksi oleh   : Tantri Mega S 


 Menurut Plato, Matematika adalah ABSOLUT, IDEAL, ABSRAK dan BERSIFAT TETAP.

Sedangkan Aristoteles mendefinisikan MATEMATIKA SEBAGAI PENGALAMAN. Tiadalah Ilmu atau Matematika yang tidak berdasarkan pengalaman.

Menurut saya, ketika matematika diterapkan sebagai sesuatu yang absolut dan ideal maka matematika hanya merupakan suatu yang kaku, keras, yang tidak menerima masukan dan itu adalah sebuah kesombongan. Namun ketika matematika juga sebagai pengalaman maka ia akan lebih bermakna, bisa dirasa dan akan berkembang berjalan penuh keikhlasan. Bukankah Allah telah meciptakan manusia berasa dan berakal, ketika mereka mengatakan matematika merupakan sesuatu yang absolut dan ideal maka mereka hanya menjadikan akal sebagai raja. Allah menciptakan akal dan rasa agar manusia bisa menyeimbangkan keduanya. Mensyukuri nikmat akal berarti mengasahnya atau melatihnya untuk memecahkan masalah-masalah ilmu pengetahuan semahir-mahirnya. Mengasah rasa ialah dengan melatihnya menghadapi tantangan-tantangan hidup, mendidiknya menjadi cinta, bahkan rindu akan kebenaran dan keadilan, sehingga ia berani dan siap berkorban. Bukankah karakter unggul seperti itu yang harus ditanamkan kepada setiap generasi bangsa, bukan hanya sekedar pengetahuan yang hanya tampak dipermukaan.
Saya berharap dan berdoa agar para pengambil kebijakan,mampu mempertimbangkan hal itu dan semoga Allah memberikan pencerahan lahir dan batin kepada beliau beliau dan kita semua. Amin

Menunggu di Batas Waktu (1)


“Dinda, ada sesuatu yang ingin Uni sampaikan…”
 Kakak sepupunya menghampiri Adinda yang sedang  berkutat dengan cempi, laptop kesayangannya.
“Iya Uni ada apa?” Adinda mengalihkan pandangannya pada Uni Lia
“Uni  ingin menyampaikan pesan dari Mas Akhmad, dia ingin Dinda tahu sesuatu mengenai dirinya supaya tidak terjadi kesalahpahaman untuk kedepannya” Uni Lia memulai penjelasannya.
Mas Akhmad adalah sahabat sekaligus rekan kerja suami Uni Lia yang belum lama Dinda kenal. Pertemuan itu terjadi tanpa sengaja ketika Dinda ikut silaturahim ke rumah mertua Uni Lia di Yogyakarta.
Tidak berapa lama setelah pertemuan itu, Uni Lia pernah menyampaikan  kalau Mas Akhmad menyukai Dinda sejak pertama kali bertemu.
 “Uni, kalau Mas Akhmad menyukai Dinda emang Dinda harus berbuat apa… kecuali kalau Mas Akhmad mau melamar Dinda, nah…baru  Dinda pikirkan”  
Sembari tersenyum, Dinda  hanya biasa saja menanggapinya. Siapa yang tahu hatinya berbunga, siapa menyangka dia berharap hal yang ia kata, siapa yang menyangka… Dinda tidak akan biarkan seorangpun  tahu perasaannya.
Untuk apa mengumbar semuanya dan membiarkan syetan menari-nari menaburkan racun mematikan. Cukuplah disimpan dalam diam, dan membiarkan Allah menjaga rasa itu hingga kelak Allah pasti memberikan yang memang seharusnya ia terima.
Uni sayang, kau tahu adikmu ini sedang berusaha menjaga dirinya,  sedang berusaha memantaskan diri untuk menjadi perempuan sholehah. Kau tidak bersalah Uni ketika selalu menceritakan sosok Mas Akhmad padaku, sosok yang semakin ku kagumi, namun tetap…dalam diamku

Kamis, 29 September 2011

Hati inipun bukan milikku…

Airmata meleleh membentuk aliran sungai kecil dipipi Nisa yang mulai memerah…

Ia masih termenung dikursi sudut balkon, tangannya menggenggam erat kertas buram yang sudah tampak usang.

“Maafkan aku ya Allah, yang masih menyisakan sedikit rasa…” bisik Nisa dalam hatinya.

Teringat kembali masa awal-awal memasuki suasana kampus, sebagai mahasiswa baru di Universitas Padang, Nisa serba ingin tahu segala hal mengenai kehidupan kampus.

Kegiatan OSPEK dan SLK menggiringnya mengenal beberapa organisasi kampus. Pada semester awal berbagai macam kepanitiaan Nisa ikuti, Nisa juga cukup aktif di Himpunan Mahasiswa jurusannya Fisika, akselerasinya sangat bagus hingga pada semester tiga Nisa memutuskan untuk masuk dan aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa.

Lingkungan baru yang cukup plural, bertemu dengan saudara-saudara dengan beraneka ragam sifat dan latar belakang, yah lingkungan dengan aroma yang berbeda, membuat hari-hari pertamanya terasa seperti orang asing.

“Assalamualaikum Nisa, ke kantin yuk….” tiba tiba ada yang menyapa Nisa

Seorang perempuan, kakak tingkat yang berwajah manis dengan jilbab biru lebar yang menutup setengah tubuh berbalut gamis warna senada, menyapa Nisa dengan hangat dan langsung mengambil posisi disebelah Nisa.

Sapaan hangat di hari pertama membuat Nisa terkesan, hingga membawanya ke atmosfer kehidupan yang berbeda dengan sebelumnya. 

Sapaan awal yang menggiringnya ke sebuah lingkaran cinta  dan merubah sebagian besar hidupnya.

Menemukan  komunitas baru yang pemberi efek pembangun jiwa yang semakin memantapkan langkahnya. 

Kedamaian, keteduhan semakin mengikis gersang hatinya dimasa lalu.

Ya... semuanya berbeda dan jelas terasa jauh lebih baik di hati, di jiwa…

Namun siapa yang tahu dengan dinamika hati, segumpal daging yang mudah sekali berbolak-balik dalam artian yang dalam…



Minggu, 25 September 2011

Refleksi Filsafat 3

Judul              : Elegi Ritual Ikhlas I: Persiapan teknis 
Oleh               : Dr. Marsigit (powermathematics.blogspot.com) 
Refleksi oleh : Tantri Mega S  

Aspek Ontologi
Ikhlas yaitu memurnikan niat untuk beribadah, beramal semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah. Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Dalam surah Al-An’am: 162 dikatakan bahwa “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama dengan lurus.”
 
Aspek Estimologi
Tidak hanya cukup dengan ikhlas, dalam melaksanakan ibadah harus sesuai dengan tuntunan dan tata cara yang telah ditentukan.Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.”  

Aspek Aksiologi
Seseorang yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan dapat dilakukan oleh saudaranya sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh dirinya. Seseorang yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya, sehingga diantara mereka akan saling membangun hidup.

Refleksi Filsafat 2

Judul               : Elegi Menggapai Tidak Risau 
Oleh                : Dr. Marsigit (powermathematics.blogspot.com) 
Refleksi oleh  : Tantri Mega S

Risau merupakan sebuah rasa yang seringkali membelenggu. Daya tahan seseorang dalam menghadapi kerisauan tergantung pada sejauhmana keyakinan pada Rahman dan RahimNya. Ketika risau itu datang evaluasi diri barangkali ada ikhtiar yang belum kita tunaikan, doa yang belum kita panjatkan. Bukankah Allah telah berfirman "berdoalah padaKu niscaya akan Aku kabulkan". Ketika ikhtiar kita sudah maksimal yang dilakukan adalah berpasrah. Berpasrah pada keyakinan bahwa apapun yang terjadi merupakan wujud kasih sayang Allah dengan memberikan yang terbaik untuk kita, sesuatu terbaik yang sering tidak terjangkau oleh pikiran kita saat ini.

Rabu, 21 September 2011

Refleksi Filsafat 1

Judul              : Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 17:
                         Apakah Matematika Kontradiktif? (Bagian Ketujuh) 
Oleh               : Dr. Marsigit (powermathematics.blogspot.com) 
Refleksi oleh : Tantri Mega S

Membaca dan mencoba memahami elegy pemberontakan pendidikan bagian pertama, kedua dan seterusnya membuat saya penasaran apa maksud selanjutnya. Hingga membaca sampai bagian tujuh, sejauh ini saya berusaha memahami dan menyadari bahwa matematika bukanlah ilmu ‘egois’ yang semata-mata mengagungkan logika seseorang yang lupa akan ruang dan waktu. Matematika merupakan ilmu yang sangat luas, ilmu yang membimbing kita agar bisa menghargai kondisi yang lain. Matematika bukanlah ilmu pasti yang hanya bisa dilihat dari satu sudut pandang. Salah satu contoh kasus metematika, 3+4=7 akan benar untuk bilangan berbasis 8 ke atas, dan kontradiksi untuk basis bilangan 7. Hal ini mengajarkan pula agar saya pada khususnya lebih memahami matematika secara kritis dan kontekstual.